PAGES

Sabtu, 02 Juli 2011

Inseminasi Buatan.. why not?

”The Back-Up Plan” adalah film yang berkisah tentang seorang wanita karir (Jennifer Lopez) yang masih sendiri. Karena merasa umurnya sudah mulai tua, dan ada suatu kekhawatiran di dalam dirinya, maka ia mengambil keputusan untuk melakukan inseminasi buatan. Sperma diterimanya dari seseorang dalam proses inseminasi ini, namun berbarengan dengan itu, ia mengenal seseorang (Alex O’Loughlin) yang memikat hatinya. Ia merasa bahwa laki-laki itulah impian yang diidam-idamkan dalam hidupnya selama ini.
Selain Jennifer Lopez, film ini juga menampilkan akting dari Alex O'Loughlin, Noureen DeWulf, dan Donal Logue.
***************************************
Sampe segitunya lhoo orang pengen punya keturunan.
Udah pengen punya anak, tp belom punya pasangan. Akhirnya, inseminasi buatan dijadikan pilihan. Kalo dilihat dari film yg saya ceritakan sinopsis-nya di atas. Rasanya kejadian tersebut udah jadi fenomena umum yang ada sekarang ini ya..
Ada bbrp macam usaha buatan manusia untuk membuahkan sperma dan ovum menjadi zigot, contohnya inseminasi buatan dan bayi tabung. Klo dalam Islam (merujuk ke fatwa MUI) hukum kedua usaha tersebut adalah boleh, asal sperma dan ovum yang dipertemukan adalah milik pasangan yang memang sudah halal secara Agama.
"Usaha maksimal, hasilnya Allah yg menentukan."
Kalimat itu cocok untuk para pasangan yang sedang harap-harap cemas menunggu hadirnya keturunan di tengah-tengah mereka. Anak adalah titipan/amanat Allah, jika seluruh tenaga, fikiran dan materi sudah maksimal utk mengusahakan hadirnya janin di dalam rahim istri. Selanjutnya hanya tinggal pasrah dan sabar menanti waktu ketika Allah sudah percaya untuk menitipkan satu lagi wakilNya di dunia ini. Allah menitipkan wakilnya kepada para pasangan manusia di bumi ini adalah untuk dirawat dan dididik agar menjadi penerus ke-bermanfaatan orang tuanya di dunia, untuk menjadi manusia yang bermanfaat untuk seluruh penduduk alam semesta. Pasangan suami istri sering kali lupa apa hakikat dari memiliki keturunan. Karena banyak faktor, salah satunya mungkin adat budaya yang menuntut pasangan yg sudah menikah untuk segera memiliki keturunan. Sampai-sampai mereka lupa memikirkan hakikat memiliki keturunan itu sendiri.
Menurut masyarakat umum, biasanya pasangan yang sudah menikah itu punya keturunan, makanya klo blm punya anak kadang ada yg gelisah karena takut dianggap tdk normal. Padahal maksudnya dititipin anak sama Allah itu kan bukan itu. Ibaratnya, kita dititipin barang sama ssorg, kita dikasih tanggung jawab, dipercaya ngerawat, ngejaga, dan memanfaatkan barang tersebut sebaik-baiknya sesuai fungsi, karena itu hanya titipan yang nantinya akan kita kembalikan lagi kepada Yang Punya barang.
Kalo sepasang orang belum ketitipan sesuatu, mungkin artinya Yang Punya itu belum ngerasa perlu nitip sesuatu sama pasangan tersebut. Ntah apa alasannya, mungkin memang lebih baik jika pasangan itu berjuang berdua dulu, atau pasangan itu lebih banyak manfaatnya jika belum punya anak. Banyak lah kemungkinan-kemungkinan positif kenapa sepasang suami istri belum dititipin "calon wakilnya Allah" di muka bumi ini. Lagi pula menurut saya lebih baik ga punya anak, dari pada anak tsb nanti lahir dan tumbuh menjadi koruptor. hehe.
Memiliki keturunan itu bagi saya bukan hanya sekedar dirawat, dijaga, difasilitasi segala kebutuhannya agar selalu merasa nyaman dan bahagia. Tapi yang lebih penting adalah bagaimana anak tsb nantinya mampu membuat nyaman dan membahagiakan dirinya sendiri serta orang-orang di sekitarnya. Dan itu berawal dari penanaman awal ttg kenyamanan dan kebahagiaan. Standar kenyamanan dan kebahagiaan ssorg merupakan sebuah hasil dari pembentukan pola hidup atau kebiasaan oleh orang tua dan lingkungan sekitarnya. Mau jadi apa seorang anak itu tergantung dari apa yang ditanamkan oleh orang tuanya semenjak anak tsb masih berupa janin dalam rahim.
Kalo kita suka denger tingkah laku seseorang suka dipertanyakan, misalnya "dulu ibunya ngidam apaan sih? ko anaknya bawel bener...", pertanyaan spt itu terbentuk karena memang kenyataannya seseorang itu sudah bisa mengamati dan mencontoh mulai dari awal ketika masih di dalam kandungan. Dan kalau pernah membaca istilah golden age, itu adalah rentang usia seseorang yang paling bagus untuk dapat menyerap segala pelajaran baik secara lisan maupun perbuatan.
Masa-masa golden age adalah waktu yang paling tepat untuk membekali anak ttg nilai-nilai dan hakikat kehidupan. Jadi untuk para orang tua, hati-hati menentukan prioritas, jgn sampe masa-masa paling berarti yang menentukan masa depan anak tersia-siakan krn hal yang ternyata bukan prioritas.
"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan"
(al-Kahfi: 46)
CMIIW
:)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar