PAGES

Kamis, 29 Desember 2011

Child is a Canvas and Parents are the Painter

Salaaam People!

i wanna say Hi to the Parents all around the world, who did a very good job.. Thank u for paint ur blank canvas into a great painting, thank u for preparing ur children to be somebody who could inspiring people.. May happiness comes along with u forever.
And i wanna say hi also, to the parents who did forgot or didn't even have any idea what will their children's gonna be, Parents who did many wrong behaviour that couldn't be imitate by their children to be "somebody". May His blessings and forgiveness always descends upon you :__(

Terimakasih dan salam itu saya sampaikan kepada para orang tua di seluruh dunia karena jika Tuhan Yang melukis pelangi Nan Agung itu, maka yang melukis seseorang menjadi sesuatu yang Bermakna adalah orangtuanya. Memang tidak sepenuhnya orang tua memiliki pengaruh terhadap keberhasilan/kegagalan seseorang, tapi Orang Tua lah yang mendirikan pondasi awal bagi terbentuknya kepribadian seseorang. Ibarat mau bikin rumah, Orang tua yang pertama kali merancang dan merencanakan bangunan itu mau menghadap ke barat/timur/selatan/utara, atau seperti apa bentuk arsitektur bangunan itu, atau mau berfungsi sebagai apakah bangunan itu nantinya?

Istilah kanvas dan pelukis ini bukan berarti orang tua punya hak penuh untuk menentukan di depannya si Anak mau jadi apa, tp Orang tua punya tanggung jawab penuh untuk membentuk pondasi awal, mencipatakan situasi kondusif untuk si Anak tumbuh berkembang sesuai dengan potensinya. Peka melihat potensi anak sejak dini, asah potensinya, jadilah pribadi yang patut dicontoh (ga pake bawel, contohin aja).
Orang tua jangan jadi pelukis egosentris, yg melukis secara sporadis!
Ngelukis tanpa konsep, ngelukis asal ngelukis yg penting ada coretan, tanpa mikir bakal jadi gambar apa, harus pake cat macem apa, kuas yg mana.

Membangun sebuah keluarga dan menghasilkan keturunan, menjadi "sekedar" tradisi sosial turun temurun yang normal-nya dilalui oleh semua mahluk, termasuk manusia. Seperti yang gampang klo ngliat seseorang berusaha membangun sebuah keluarga.. Dengan lebih repot merancang konsep resepsi pernikahan daripada mengonsep matang-matang  "kehidupan pernikahan"; keluarga macam apa yang ingin dibuat, kontribusi apa yang mau dihasilkan oleh keluarga yg ingin ia buat. Alhasil, prahara rumah tangga yang berakhir perceraian menjadi hal awam bagi manusia jaman sekarang.

"The Blank Canvas"
Aku, sebuah lukisan hasil karya kedua orang tuaku dan lingkungan tempat hidupku, mempersiapkan diri untuk menjadi seorang pelukis. Aku mau terus membaca, belajar, menyiapkan diri untuk menjadi seorang Pelukis dan menghasilkan Lukisan-lukisan indah yang mampu membuat Dunia menjadi lebih Cantik..

:)

You're the Inspiration..

Selalu penasaran klo abis ngeliat sosok Publik Figur yang menginspirasi. Penasaran pengen tau masa kecil, pola asuh, dan kebiasaan-kebiasaan apa yang ditanamkan sama orang tuanya sampe dia itu bisa menjadi seseorang yang punya makna bagi dunia. Nahhh... As i promised on my last post, i would like to share the Book Review "Memoar of David Foster".


(Sebelumnya klo yg blm familiar sm namanya David Foster, silahkan liat salah satu dari lagu ngeHITSnya ini)



David Foster lahir di Victoria, British Columbia, Kanada pada tanggal 1 November 1949. Dia satu-satunya anak lelaki di keluarganya, anak ke-6 dari 7 bersaudara. Bisa dikatakan ayahnya juga seorang musisi, dan ibunya "Wanita Karier" di rumah tangga a.k.a housewife.

Bakat musikal DF sudah terlihat dari dia umur 4 tahun, ketika ibunya lg lap-lap piano dan ga sengaja kepencet 1 tuts, waktu itu DF lg main di tengah rumah dan dia tau klo yang ke-pencet sama ibunya itu nada E. Dari situ orang tuanya sadar klo DF punya bakat musik dan merekapun mendaftarkan DF untuk ikut kursus piano. Dari umur 4 tahun - remaja - sampe akhirnya dia dewasa, DF konsisten menekuni bidang yang memang jadi passion- nya, sehingga buat dia ga pernah ada istilah "kebanyakan musik". Dulu dia pernah sekali-kalinya nolak untuk les piano, dan dia dapet hukuman dari Ibunya dengan disuruh duduk di kursi pianonya sampe tengah malem. Hal ini adalah satu bentuk konsistensi pola didik terhadap aturan yang udah dibuat sama orangtua.
"Ibuku memang tidak berbakat musik, tetapi ia mengerti sekali kalau aku berbakat dan ia ingin aku mengembangkan bakatku, ia mengajarku untuk tidak menerima bakat itu begitu saja. Ibuku benar-benar tegas dalam hal peraturan dan ada banyak peraturan yang berlaku di rumah kami."
Ga ada kompromi untuk sesuatu yang udah diputuskan, konsistensi sebuah aturan. Aturannya, David kecil harus latihan piano selama 20 menit; semalas apapun, secapek apapun aturan ini harus tetep ditegakkan. Trus, aturan-aturan lain yang dibuat untuk smua anak-anak:
"...kami harus makan malam pukul 5.30 setiap malam, dan kami tidak diizinkan untuk berbicara kecuali bila diajak bicara oleh orangtua kami. Memang kelihatan aga ketat, tetapi kalau ditinjau kembali aku rasa peraturan itu benar-benar masuk akal. Bayangkan jika 6 anak perempuan berbicara dalam waktu bersamaan, pasti suasana akan menjadi sangat hiruk pikuk.
Peraturan lainnya adalah kami harus pergi ke gereja setiap hari Minggu. Sepulang dari gereja, ketika sampai di rumah, aku mengganti pakaianku dengan pakaian biasa lalu mengerjakan tugas rumah tangga. Aku akan membantu ayahku memotong rumput atau mencari kayu untuk tungku kami, dan jika kamarku rapi aku bebas untuk bersepeda dan bermain bersama teman-temanku. Tidak ada yang khawatir mengenai helm, atau kemungkinan penculikan, atau pengendara mabuk. Satu-satunya tanggung jawabku adalah mendengarkan siulan ayahku yang memanggil untuk makan malam."
Aturan-aturan yang logis dan beralasan, aturan yang mengembangkan sisi tanggung jawab anak, orang tuanya ga perlu cerewet tentang banyak hal, cukup kasih kepercayaan. Orang tua DF juga "memanusiakan" dia sedari kecil, dengan memberi kepercayaan dan menghargai setiap keputusan.

Contohnya, waktu DF umur 10 thn pernah lg main sepedah dia papasan sama mobil polisi, anak kecil sotoy balik badan trus ngatain polisi itu "ba*i!", dan si polisi pun mundur teratur dan turun nanyain td DF manggil dia apa. DF ga ngaku krn ketakutan stengah mati, akhirnya sepedah dan pengemudi ciliknya pun diangkut ke dlm mobil polisi dan dibawa pulang untuk diserahkan ke orangtuanya. Waktu itu Ayahnya kaget dan segera nanya apa yang terjadi, polisi itu pun cerita klo td anaknya ngatain dia "ba*i". Ayah DF bertanya memastikan apa bner dia berbuat bgitu, DF bohong dan ngga ngaku. Si Ayah pun menegaskan kpd polisi "Anakku tidak berbohong, jika ia bilang tidak itu artinya dia tidak melakukannya" dan si Polisi pun pergi dengan tatapan muak ke DF. Hahaay.. Terlihat betapa si Ayah sangat menghargai ucapan DF, memposisikan DF sbg seorang manusia yang patut dipercaya.
"Ayahku tdk pernah sekalipun membahas peristiwa itu, tetapi kejadian itu tinggal bersamaku selama hidupku. Aku telah berbohong kpd Ayahku, dan aku merasa buruk sekali, dan setelah itu aku selalu berusaha utk berbohong seminimal mungkin."  
(See..?! Ga pake bawel berisik kaan...)

Orang tua Df juga ga pernah memaksakan atau mencampuri terlalu dalam mengenai pilihan hidup anaknya. Pernah, waktu Ayahnya mulai melihat DF sangat totalitas di bidang musik. Satu hari, DF pulang pagi dan Ayahnya masi bangun, DF diajak bicara serius tentang aktifitasnya -yang ga ada jeda- untuk musik. Ayahnya menanyakan keseriusan dia tentang kegiatannya itu dan mengingatkan klo bisnis musik itu tidak mudah. Tp dijawab dengan yakin sm David klo dia ga pernah ngerasa kesulitan dan disitu Ayahnya cuma minta DF untuk mengejar sesuatu yang memang jadi passion -nya, ga ada arahan ato perintah yang memaksakan kepada sesuatu yang lebih baik menurut Ayahnya, dan buktinya bidang yang katanya ngga mudah bisa menghasilkan sesuatu yang lebih dari cukup buat seorang David Foster.

Jd, klo diliat disini orang tua cuma perlu jadi fasilitator, bukan diktator. Anak itu ibarat kanvas, orang tua dan lingkungan ibarat pelukisnya. Orang tua-lah yang menggoreskan sketsa di atas kanvas pertama kali, selanjutnya kanvas itu mau ber-gambar apa, ada kontribusi dari dalam diri si Anak dan dari lingkungan tempat dia hidup.
"..Ketika berumur 5 atau 6 tahun, aku seperti diajar untuk merasa bahwa aku akan melakukan sesuatu yang penting dalam hidupku...". 
15 piala grammy, 1 piala emmy, 1 golden globe untuk lagu-lagu produksinya adalah bukti prestasi Orang tua David Foster yang berhasil menjadi fasilitator DF untuk menemukan passion -nya sedini mungkin dan akhirnya menjadi sumber penghasilan dan kebahagiaan. Bahagia karena karya-karyanya bisa membahagiakan orang di dunia tentunya..

"Kau adalah arti hidupku, kau adalah inspirasi
kau membawa rasa dalam hidupku, kau adalah inspirasi
ingin kau ada di dekatku, kuingin kau mendengar
tak ada yang lebih membutuhkanmu daripada diriku..."

Ini tuh chorus dari salah satu HIT -nya David Foster... Silahkan ditebak!
(That's why i'd prefer love songs in foreign language, buat ngartiin hrs mikir dulu. Klo lagu cintanya orang indonesia kan langsung ngerti artinya, macem2 bgitu tuh bahasanya menye'-menye'  bikin mual...)

Btw, bukannya saya segitu menggilai DF ini yaa, tp moment-nya pas aja abis nonton konsernya dan memang prestasinya yang mendunia selama 4 dekade itu meng-inspirasi saya untuk mencari tau latar belakang kehidupannya dia. Dan saya sangat antusias menyiapkan diri untuk bisa menghasilkan pribadi-pribadi penerus yang bisa mewarnai dunia seperti David Foster ini salah satunya.

Saya sedang belajar, jd klo ada yg kurang pas mohon pencerahannya kakak..



Untuk para orang tua dan calon orang tua,
"Konsisten, Beri arahan dan kepercayaan, Hargai keputusan dan jadilah Tauladan!"
Salaaaam~
:)