suggested note:
Di mata saya, wanita yang mampu berkarier dan sukses di dua dunia (rumah tangga & pekerjaan) adalah wanita yang sangat hebat. Karena saya rasa sudah cukup sulit untuk menjadi ibu yang benar-benar sukses dalam rumahnya, seperti menjadikan rumahnya bak surga dunia yang menjadi tempat berteduh paling menenangkan ketika suami pulang bekerja, mendidik dan merawat anak-anaknya hingga menjadi pribadi yang sesuai dengan amanah Allah di muka bumi ini. Sedangkan wanita yang berkarier di luar rumah harus memikirkan hal-hal lain yang diamanahkan oleh perusahaan kepada dirinya. Kasarnya, untuk fokus mengerjakan satu tugas dengan baik saja sulit, apalagi dua.
Tidak ada yang melarang wanita untuk berkarier di luar rumah. Mengutip tulisan Quraish Shihab tentang eksistensi Wanita dalam dunia kerja dalam bukunya yg berjudul Perempuan (2005: 362-363). Al-Ghazali mengemukakan empat hal dalam kaitan kerja perempuan:
1. Perempuan tersebut memiliki kemampuan luar biasa yang jarang dimiliki oleh perempuan dan lelaki. Memperkenankannya bekerja, membuahkan kemaslahatan untuk masyarakat.
2. Pekerjaan yang dilakukannya hendaklah yang layak bagi perempuan, seperti pendidikan dan bidan.
3. Prempuan bekerja untuk membantu suaminya dalam pekerjaannya.
4. Perempuan perlu bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarrganya, jika tidak ada yang menjamin kebutuhannya, atau kalaupun ada, namun tidak mencukupi.
Menurut saya, wanita boleh saja bekerja asalkan ia tidak lupa menentukan prioritas hidupnya, tidak lupa akan amanah (anak) yang diberikan oleh Tuhan kepadanya. Karena jika memang anak itu lahir dari rahimnya, Tuhan meng-amanahkan anak tersebut kepadanya, bukan kepada pembantunya!!!
Khilafnya mayoritas wanita akan penentuan prioritas hidup, didukung oleh gembar-gembor Emansipasi Wanita dan kesetaraan gender yang dipelopori oleh RA. Kartini. Semakin terbuka peluang untuk wanita melakukan pekerjaan-pekerjaan di luar pekerjaan rumah tangganya. Namun ingin saya klarifikasi maksud emansipasi wanita menurut Kartini bukanlah untuk dijadikan alat bagi perjuangan hak-hak perempuan, yang kemudian menjadi pemicu berkembangnya sikap bersaing yg berlebihan terhadap laki-laki dan melupakan tugas wanita yang sesungguhnya.
Maksud Kartini ketika itu adalah menuntut hak yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam memperoleh pendidikan setinggi-tingginya karena baginya setiap manusia diberikan kesempatan yang sama oleh Tuhan untuk mengaplikasikan potensi dirinya. Tuntutan Kartini ini yang dianggap menyalahi adat feodal pada masyarakat Jawa pada saat itu, bahwa perempuan tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi karena hanya akan dipakai di dapur. Paham kolot dan usang inilah yang diperangi Kartini, bukan laki-laki yang secara biologis maupun politis dianggap masalah dan tantangan bagi feminisme radikal. (Efa Fillah, 2008: 5)
Kartini bukannya ingin melakukan perlawanan dengan laki-laki melainkan dengan adat feodal Jawa yang dirasanya tidak berorientasi masa depan. Berikut adalah kutipan-kutipan surat Kartini tentang hal ini:
"Apabila kami disini minta, ya mohon, mohon dengan sangat supaya diusahakan pengajaran dan pendidikan bagi anak-anak perempuan, bukanlah karena kami hendak menjadikan anak-anak perempuan menjadi saingan orang laki-laki dalam perjuangan hidup ini. Melainkan karena kami yakin akan pengaruh besar yang mungkin datang dari kaum perempuan. Kami hendak menjadikan perempuan menjadi lebih cakap dalam melakukan tugas besar yang diletakkan oleh ibu Alam sendiri ke dalam tangannya agar menjadi ibu - pendidikan umat manusia yang utama!". (Surat Kepada Tn. & Ny. Anton, 4 Oktober 1902)
"Kami yakin seyakin-yakinnya, bahwa peradaban bangsa Jawa tidak akan pesat majunya selama kaum perempuan dijauhkan dari usaha memajukan bangsa itu."
"Pekerjaan memajukan peradaban haruslah diserahkan kepada kaum perempuan. Dengan demikian maka peradaban itu akan meluas dengan cepat dalam kalangan bangsa Jawa. Ciptakanlah ibu-ibu yang cakap serta berpikiran, maka tanah Jawa pasti akan mendapat pekerja yang cakap. Peradaban dan kepandaiannya akan diturunkan kepada anak-anaknya. Anak-anak perempuannya akan menjadi ibu pula, sedangkan anak yang laki-laki kelak pasti akan menjadi penjaga kepentingan bangsanya."
Kartini menegaskan sebuah alasan bahwa anak perempuan perlu dididik agar cakap melaksanakan tugas besar sebagai ibu umat manusia kelak. Dalam surat yang lain Kartini menampilkan fakta pengaruh perempuan merubah peradaban bangsa.
Kutipan-kutipan surat di atas saya kutip dari buku Kartini Menemukan Tuhan oleh Efa Fillah (2008: 79). Saya share disini karena buku ini memberikan banyak pengetahuan baru bagi saya. Semoga bisa menambah pengetahuan baru juga untuk teman-teman sekalian yaa..
Note ini butuh banyak masukan dari teman-teman, khususnya para ibu-ibu beranak nih spertinyaa..
CMIIW :)
CMIIW :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar